Rabu, 30 September 2015

Perbankan Syariah dalam Menghadapi MEA



1.1 Latar Belakang
Tepat pada tanggal 1 Januari 2015 yang lalu bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara atau lebih dikenal dengan ASEAN akan memasuki era baru dalam hubungan integrasi perekonomian dan perdagangan dalam bentuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Siap atau tidak siap semua negara di kawasan ASEAN sudah harus meleburkan batas territorial negaranya dalam satu pasar bebas yang diperkirakan akan menjadi tulang punggung perekonomian di kawasan Asia setelah China. Dalam hal ini Indonesia sudah mempersiapkan diri untuk menyambut adanya mea dengan memperbaiki sistem perekonomian negara serta memaksimalkan sektor-sektor ekonomi yang potensial diantaranya yang menjadi tumpuan perekonomian Indonesia adalah industri keuangan atau perbankan. Industri perbankan yang saat ini berkembang dengan mengunakan teknologi yang maju serta penyediaan informasi yang lengkap membuat perbankan menjadi industri keuangan yang sangat dibutuhkan masyarakat, masyarakat lebih mempercayai industri perbankan dari pada yang lain untuk menyimpan maupun meminjam dana sehingga tidak heran industri perbankan menjadi tulang punggung perekonomian negara. Pada perkembangannya industri perbankan melakukan beberapa inovasi dalam sistem pengelolaannya selain mengunakan sistem perbankan konvensional, industri keuangan juga membuat sistem perbankan syariah dengan perinsip pengelolaan keuangan dengan mengunakan hukum islam dan melarang adanya sistem riba dalam praktik transaksi keuangan.     
            Beberapa riset yang dilakukan para ahli ekonmi menunjukan bahwa 55% peminat industry perbankan lebih tertarik untuk meminjam maupun menyimpan dananya dibank syariah tidak heran perbankan syariah akhir-akhir ini menunjukan tren positif dan itu juga didukung dengan beberapa inovasi-inovasi yang dilakukan oleh bank syariah dengan menciptakan produk-produk yang banyak digunakan dalam perbankan konvensional. Kelemahan perbankan syariah adalah ketidak jelasan payung hukum dari pemerintah membuat perbankan syariah tidak bisa berinvasi secara bebas dalam mengembangkan produknya. Model perbankan syariah yang mengalami tren positif membuat berberapa tokoh ekonomi menjadi yakin jika perbankan syariah dapat membantu meningkatkan perekonomian Indonesia dalam menghadapi MEA.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa prinsip dasar dari perbankan syariah?
2.      Apa perbedaan perbankan syariah dengan perbankan konvensional?
3.      Apa tantangan MEA bagi industri perbankan syariah indonesia
1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui dasar dari perbankan syariah
2.      Untuk mengetahui perbedaan perbankan syariah dengan perbankan konvensional
3.      Untuk mengetahui tantangan MEA bagi industri perbankan syariah indonesia
1.4 Manfaat
Dalam makalah ini akan dijabarkan secara jelas tentang prinsip dari perbankan syariah dan membandingkan keungulan antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional serta mengetahui prospek perbankan syariah dalam mengahadapi MEA sehingga diharapkan dapat membantu memahami industri perbankan yang menjadi tulang punggung dari perekonomian suatu negara.

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Prinsip Dasar Perbankan Syariah
            Prinsip bank syariah secara umum adalah melarang melakukan transaksi yang mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, dan jual beli barang haram. Prinsip bank syariah ini diterapkan untuk mencapai tujuan sesuai jalur syariah. 
1.      Prinsip Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisab bagi hasil menurut kesepakatan di muka, jika usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik usaha, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana. Secara umum, mudharabah dibagi menjadi dua jenis. yaitu:
  • Mudharabah Muthlaqah, yaitu bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis
  • Mudharabah Muqayyadah, yaitu kebalikan dari mudharabah muthalaqah, yaitu si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
2.      Prinsip Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama atau pencampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai dengan nisab yang disepakati dan resiko akan ditanggung sesuai dengan porsi kerjasama.
Jenis-jenis musyarakah ada empat, yaitu:
  • Musyarakah Muwafadhah, yaitu kerjasama dua orang atau lebih pada suatu obyek dengan syarat tiap-tiap pihak memasukkan modal yang sama jumlahnya serta melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama, sehingga tiap-tiap pihak dapat melakukan perbuatan hukum atas nama orang-orang yang bekerjasama itu.
  • Musyarakah Al-Inan, kerjasama dalam modal dalam suatu perdagangan yang dilakukan dua orang atau lebih dan keuntungan dibagi bersama dengan jumlah modal yang tidak harus sama porsinya.
  • Musayarakah Al-Wujuh, yaitu kerjasama yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali dan mereka melakukan suatu pembelian dengan kredit serta menjualnya dengan harga tunai, sedangkan keuntungan yang diperoleh dibagi bersama.
  • Musyarakah Al-Abdan, yaitu kerjasama yang dilakukan oleh dua pihak untuk menerima suatu perkerjaan, seperti pandai besi, servis alat-alat elektronik, laundry, dan tukang jahit. Hasil yang diterima dari pekerjaan itu dibagi bersama dengan kesepakatan mereka berdua.
3.      Prinsip Wadiah
Wadiah adalah titipan murni dari satu pihak kepada pihak lain, baik individu maupun hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kepada si penitip kapan saja si penitip menghendaki. Dengan melihat prinsip dalam syariah Islam, wadiah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu:
  • Amanah, yaitu pihak yang dititipi tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan harta titipan.
  • Dhamanah, yaitu pihak yang dititipi bertanggung jawab penuh terhadap keutuhan harta titipan, sehingga pihak yang dititipi boleh memanfaatka harta titipan tersebut.
4.      Prinsip Murabahah
Murabahah adalah bagian dari jenis bai', yaitu jual beli ditambah dengan sejumlah keuntungan yang disepakati oleh kedua belah pihak, pembeli dan penjual. Pada transaksi murabahah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi sementara pembayarannya dapat dilakukansecara tunai, tangguhan, maupun dicicil.
5.      Prinsip Salam
Salam adalah transaksi jual beli suatu barang tertentu antara pihak penjual dan pembeli yang harga jualnya terdiri dari harga pokok barang dan keuntungan yang ditambahkannya yang telah saling disepakati, dimana waktu penyerahan barangnya dilakukan kemudian hari, sementara pembayarannya dilakukan dimuka (secara tunai). Dalam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah dengan keuntungan. Dalam hal ini bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan, sedangkan jika bank menjualnya secara cicilan, maka kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
6.      Prinsip Istishna
Istishna’ adalah transaksi jual beli seperti prinsip salam, yaitu jual beli dan penyerahannya dilakukan kemudian, tetapi penyerahan uangnya dapat dilakukan secara cicilan atau ditangguhkan. Spesifikasi barang pesanan harus jelas jenis, macam ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam kontrak istishna’ dan tidak boleh berubah selama berlakunya kontrak, jika terjadi perubahan harga setelah kontrak ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung oleh 
nasabah.
7.      Prinsip Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang sendiri. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat, jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual-beli. Perbedaannya terletak pada obyek transaksinya, bila pada jual-beli transaksinya barang maka pada ijarah transaksinya adalah jasa. Dengan kata lain, ijarah adalah perjanjian sewamenyewa antara bank dan nasabah. Setelah kontrak berakhir, penyewa mengembalikan barang tersebut kepada pemilik. Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah, karena dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamllik (sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
8.      Prinsip Qardh
Qardh adalah perjanjian pinjam-meminjam uang atau barang. Qardh dilakukan tanpa ada orientasi keuntungan, tetapi pihak bank sebagai pemberi pinjaman boleh meminta ganti biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan kontrak qardh. Aplikasi dalam perbankan syariah, qardh
dilakukan dalam hal sebagai berikut:
  • Pinjaman talangan haji. Nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatan haji.
  • Pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah. Nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
  • Pinjaman kepada pengusaha kecil. Qardh jenis ini dilakukan jika menurut perhitungan bank, pengusaha tersebut akan terasa terlalu berat jika menggunakan skema pembiayaan jual-beli, ijarah atau bagi hasil.
  • Pinjaman kepada pengurus bank. Bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya secara cicilan melalui pemotongan gajinya. Prinsip bank syariah (Rahn / gadai)
Menahan salah satu harta pemilik/peminjaman sebagai jaminan (collateral) atas pinjaman yang diterimanya. Tujuannya untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
Barang yang dijadikan jaminan dalam kontrak rahn harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Milik nasabah sendiri.
  2. Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.
  3. Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang dijadikan sebagai jaminan, apabila barang rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab. Selain itu, bank dapat melakukan penjualan barang jaminan tersebut atas keputusan hakim. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank, apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, maka kelebihan tersebut menjadi milik nasabah, dan bila hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, maka nasabah menutupi kekurangannya.
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Tujuan hawalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Hal tersebut dilakukan untuk risiko kerugian yang akan timbul.
Transaksi wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek perikatan yang berbentuk jasa atau dapat juga disebut sebagai meminjamkan dirinya untuk melakukan sesuatu atas nama diri pihak lain. wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Orang yang diberikan amanat oleh orang lain maka orang yang diberi amanat akan melakukan apa yang diamanatkan kepada dirinya atas nama orang yang memberikan amanat (kuasa tersebut). Transaksi wakalah ini dapat dijumpai pada perbankan, seperti transaksi penagihan, pembayaran, agensi, transaksi dan lain-lain.

2.2 Perbedaan antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional
Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain :
a.       Perbedaan Falsafah
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita di awal artikel ini. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.

b.       Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.
Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian, dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya. Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya. Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan usahanya dibagikan. Berbeda dengan simpanan nasabah di bank konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut di salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.
Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah. Semakin besar keuntungan bank syariah semakin besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari dana yang disimpannya saja.

c.        Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)
d.      Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.
2.3. Tantangan MEA Bagi Industri Perbankan Syariah Indonesia
Industri perbankan syariah terbesar di Indonesia saat ini baru mampu membukukan aset sekitar US$5,4 miliar sehingga belum ada yang masuk ke dalam jajaran 25 bank syariah dengan aset terbesar di dunia. Sementara tiga bank syariah Malaysia mampu masuk ke dalam daftar tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa skala ekonomi bank syariah Indonesia masih kalah dengan bank syariah Malaysia yang akan menjadi kompetitor utama. Belum tercapainya skala ekonomi tersebut membuat operasional bank syariah di Indonesia kalah efisien, terlebih sebagian besar bank syariah di Indonesia masih dalam tahap ekspansi yang membutuhkan biaya investasi infrastruktur yang cukup signifikan.
Halim (2012) dalam sebuah penelitiannya, dengan menggunakan indikator rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) pada tiga bank sampel untuk masing-masing kategori terlihat bahwa bank syariah masih kalah efisien dibanding dengan bank konvensional (Lihat Tabel 1). Namun dari sisi Net Operational Margin (NOM), beberapa bank syariah lebih unggul. Dari sisi profitabilitas, Return On Asset (ROA) bank syariah lebih kecil dari bank konvensional, namun dari sisi Return On Equity (ROE) lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi permodalan bank syariah relatif lebih kecil dibanding bank konvensional.
Tabel 1. Perbandingan Indikator Bank Syariah dan Konvensional di Indonesia

tabel 1
Kemudian apabila tiga sampel bank syariah tersebut dibandingkan dengan bank syariah di Malaysia dan Kawasan Timur Tengah, terlihat bahwa indikator BOPO bank syariah di Indonesia juga lebih tinggi atau masih kalah efisien. Hal ini juga terlihat dari indikator Net Operational Margin (NOM) bank syariah di Indonesia yang masih sangat bervariasi dan secara rata-rata lebih tinggi dari bank syariah di Malaysia dan Kawasan Timur Tengah. Namun demikian, bank syariah di Indonesia lebih profitable dibanding dengan bank syariah di Malaysia maupun Kawasan Timur Tengah, terlihat dari tingginya indikator ROA maupun ROE (Lihat Tabel 2). Tak heran jika banyak investor asing yang tertarik untuk mendirikan atau membeli bank syariah di Indonesia. Profitabilitas yang tinggi ini tentunya akan mempercepat akselerasi pertumbuhan aset bank syariah di Indonesia sehingga dapat mencapai skala ekonomi yang efisien.
Tabel 2. Perbandingan Indikator Perbankan Syariah Antar Negara
tabel 2

Tantangan lainnya dalam menghadapi MEA 2015 adalah diferensiasi produk keuangan syariah di Indonesia yang dinilai masih kurang. Hal ini disebabkan oleh faktor bisnis model industri keuangan syariah di Indonesia, khususnya perbankan syariah, yang lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan di sektor riil dan sangat menjaga maqasid syariah. Hal ini berbeda dengan negara lain yang peranan produk-produk di sektor keuangan (pasar uang dan pasar modal) lebih dominan.
Secara esensi, struktur pengembangan keuangan syariah di Indonesia akan lebih kuat dibanding dengan negara lain. Kekurangan instrumen di pasar keuangan syariah tersebut berdampak pada pengelolaan likuiditas perbankan syariah. Pengelolaan likuiditas perbankan syariah masih mengandalkan mekanisme Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dengan menggunakan instrumen Sertifikat Investasi Mudharabah (SIMA), dan melakukan penempatan di instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, yakni FASBI Syariah dan SBI Syariah. Masih sedikit sekali portofolio penempatan pada instrumen sukuk. Tingginya porsi pengelolaan likuiditas perbankan syariah pada instrument bank sentral menyebabkan pengembangan pasar keuangan syariah menjadi terkendala dan mekanisme self adjustment menjadi kurang optimal.
Penerbitan Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPNS) dan mekanisme transaksi ‘komoditi murabahah’ dapat menjadi suatu terobosan instrumen yang dapat digunakan oleh perbankan syariah dalam melakukan pengelolaan likuiditasnya. Ketersediaan instrumen pengelolaan likuiditas menjadi sangat penting dalam mencegah terjadinya krisis yang berkelanjutan pada industri keuangan syariah. Para pakar yang tergabung dalam IAEI dapat membantu industri dalam melakukan inovasi produk keuangan syariah, khususnya untuk perbankan syariah. Agar jangan sampai kekurangan instrumen keuangan syariah tersebut diisi oleh instrumen dari negara lain yang belum tentu sesuai dengan kondisi pasar keuangan dan perbankan syariah domestik.
Kendala lainnya yang perlu mendapat perhatian serius adalah upaya untuk memenuhi gap Sumber Daya Insani (SDI) dari tenaga kerja domestik agar tidak diisi oleh tenaga kerja asing. Perlu disaari bahwa salah satu butir kesepakatan dalam MEA 2015 adalah freedom of movement for skilled and talented labours. Keberadaan skilled labours adalah faktor penting dalam menghadapi MEA 2015. Bila boleh dikatakan, barang, jasa, investasi, dan modal semua dikendalikan oleh skilled labours. Karena itu tenaga kerja (SDM) yang mempuni mutlak dibutuhkan untuk “memenangkan” tujuan Indonesia dalam MEA. Jika kita jadikan GDP sebagai tolak ukur atas kualitas skilled labours Indonesia dalam mengendalikan barang, jasa, dan modal maka dapat kita katakan bahwa kualitas skilled labours Indonesia masih jauh di bawah tiga negara penghuni kasta teratas yaitu Singapura, Malaysia dan Thailand. Inilah tantagan yang kita hadapi saat ini. Di mana keberadaan skilled labours yang berbasiskan syariah alias para sarjana ekonomi islam? Seberapa besar kontribusinya untuk perekonomian dan industri perbankan syariah Indonesia saat ini? Para sarjana ekonomi islam yang merupakan mesin penggerak ekonomi yang berbasiskan syariah itu masih tergolong gagal dalam mengambil hati pasar domestik. Rakyat Indonesia saat ini masih cenderung menyukai transaksi secara konvensional yang cenderung liberal dan kapitalis. Para pelaku ekonomi di tanah air ini masih menjadikan transaksi syariah sebagai pilihan kedua atau bahkan lebih rendah daripada itu. Inilah bukti bahwa peran dari para sarjana ekonomi islam terhadap perekonomian Indonesia masih terbilang belum optimal.
Secara logika, untuk mengurus dan merebut pasar domestik saja para praktisi ekonomi islam Indonesia masih ‘gelabakan’, apalagi jika harus menargetkan dan merebut pasar ASEAN yang mana tambahan target pasarnya adalah mayoritas dari kalangan non muslim. Ditambah lagi dengan kompetitor dari negara lain yang memiliki persiapan, strategi, dan modal yang lebih mumpuni dibandingkan para paraktisi ekonomi islam di Indonesia. Sebagai contoh negara Malaysia yang mendapatkan sokongan penuh dari pemerintahannya terhadap pengembangan perekonomian secara syariah. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah dengan keadaan seperti ini MEA akan menjadi berkah bagi ekonomi Indonesia terutama melalui jalur syariah?Ataukah tunas perkembangan ekonomi syariah di tanah air akan sirna olehnya? Sekali lagi, inilah tantangan kontemporer bagi perkembangan industri keuangan dan perbankan syariah.
Di antara langkah yang dapat diambil adalah pelaku industri perbankan syariah dapat bekerjasama mendirikan ‘pusat pendidikan dan pelatihan perbankan syariah’ untuk mencetak tenaga ahli guna memenuhi gap tersebut daripada saling bersaing dan melakukan ‘pembajakan pegawai’. Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) tentunya dapat berperan dalam menyediakan tenaga ahli untuk mengajar di pusat pendidikan dan pelatihan tersebut. Agar lebih terarah dan tepat guna, IAEI juga dapat membantu melakukan penelitian untuk mengidentifikasi jenis-jenis keahlian yang dibutuhkan oleh industri perbankan syariah sehingga strategi ‘link and match’ dapat dijalankan.


















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
1.      Prinsip Dasar Perbankan Syariah meliputi beberapa prinsip diantaranya
Prinsip mudhorobah, Prinsip musyarakah, Prinsip murabahah, Prinsip salam, Prinsip istishna, Prinsip ijarah, Prinsip qard yang diatur dalam ketentuan agama islam.
2.      Perbedaan antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional meliputi
a.        perbedaan falsafah.
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya
b.      Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang
c.       Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah) Struktur Organisasi. Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS).
3.      Tantangan MEA Bagi Industri Perbankan Syariah Indonesia
Industri perbankan syariah terbesar di Indonesia saat ini baru mampu membukukan aset sekitar US$5,4 miliar sehingga belum ada yang masuk ke dalam jajaran 25 bank syariah dengan aset terbesar di dunia. Hal itu menjadi tantangan bagi Indonesia yang merupakan negara dengan jumah penduduk muslim terbanyak untuk mengembankan potensi yang dimiliki dalam industry perbankan syariah.
Tantangan lain dalam menghadapi MEA 2015 adalah diferensiasi produk keuangan syariah di Indonesia yang dinilai masih kurang. Hal ini disebabkan oleh faktor bisnis model industri keuangan syariah di Indonesia, khususnya perbankan syariah, yang lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan di sektor riil dan sangat menjaga maqasid syariah. Hal ini berbeda dengan negara lain yang peranan produk-produk di sektor keuangan (pasar uang dan pasar modal) lebih dominan.

























Daftar pustaka:
2.      Baraba ahmad: perinsip dasar perbankan syariah
3.      Dhani gunawan Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan Prospek PERBANKAN SYARIAH INDONESIA MENUJU MILLENIUM BARU

 

1 komentar:

  1. Lucky Club Casino Site 2021 - All You Need to Know
    Lucky Club Casino site for 2021 ➤ Register an account and claim exclusive luckyclub.live bonuses and offers. Read everything you need to know about 💸 Minimum Deposit: NZ$🎁 Bonus Wager: Up to $20🎁 Bonus Code: None Needed

    BalasHapus